Apa Itu Wahabi ? (Seri 01)

Dalam kesempatan ini kami ingin menjelaskan Apa Itu Wahabi ?
Sengaja kami mengupas dan mengulas topik ini sebagai tanggapan terhadap anggapan sebahagian orang adanya kaitan antara Wahabi dan Teroris. Kami menulis ini semata-mata ingin meluruskan sebuah kekeliruan dalam masalah tersebut. Dan sebagai nasehat bagi seluruh kaum muslimin di negeri ini, agar tidak terprovokasi dengan anggapan tersebut. Semoga Allah memberikan taufik dan inayah-Nya kepada kami dalam mengulas topik tersebut.

Pertanyaan yang amat singkat di atas membutuhkan jawaban yang cukup panjang. Jawaban tersebut akan tersimpul dalam beberapa poin berikut ini:


  • Keadaan yang melatar belakangi munculnya tuduhan wahabi.
  • Kepada siapa ditujukan tuduhan wahabi tersebut diarahkan?.
  • Pokok-pokok landasan dakwah yang dicap sebagai wahabi.
  • Bukti kebohongan tuduhan wahabi tehadap dakwah Ahlussunnah Wal Jama’ah.
  • Ringkasan dan penutup
Keadaan Yang Melatar Belakangi Munculnya Tuduhan Wahabi
Para pembaca yang kami hormati, dengan melihat gambaran sekilas tentang keadaan Jazirah Arab serta negeri sekitarnya, kita akan tahu sebab munculnya tuduhan tersebut. Sekaligus kita akan mengerti apa yang melatar belakanginya. Yang ingin kita tinjau disini adalah dari aspek politik dan keagamaan secara umum aspek akidah secara khusus.
Dari segi aspek politik jazirah arab berada dibawah kekuasaan yang terpecah-pecah terlebih khusus daerah Nejed. Perebutan kekuasaan selalu terjadi di sepanjang waktu, sehingga hal tersebut sangat berdampak negatif untuk kemajuan ekonomi dan pendidikan agama.
Para penguasa hidup dengan memungut upeti dari rakyat jelata, jadi mereka sangat marah bila ada kekuatan atau dakwah yang dapat akan menggoyang kekuasaan mereka. Begitu pula dari kalangan para tokoh adat dan agama yang biasa memungut iuran dari pengikut mereka akan kehilangan objek jika pengikut mereka mengerti tentang akidah dan agama dengan benar. Dari sini mereka sangat hati-hati bila ada seseorang yang mencoba memberi pengertian kepada umat tentang akidah atau agama yang benar.
Dari segi aspek agama; Pada abad (12 H / 17 M) keadaan keberagamaan umat Islam sudah sangat jauh menyimpang dari kemurnian Islam itu sendiri, terutama dalam aspek akidah. Banyak sekali di sana sini pratek-praktek kesyirik atau bid’ah. Para ulama yang ada, bukan berarti tidak mengingkari hal tersebut. Tapi usaha mereka hanya sebatas lingkungan mereka saja dan tidak berpengaruh secara luas. Bahkan dakwah mereka hilang ditelan oleh arus gelombang yang begitu kuat dari pihak yang menetang karena jumlah mereka yang begitu banyak, disamping pengaruh kuat dari tokoh-tokoh masyarakat yang mendukung pratek-pratek syirik dan bid’ah tersebut demi kelanggengan pengaruh mereka atau karena mencari kepentingan duniawi di belakang itu. Sebagaimana keadaan seperti ini masih kita saksikan di tengah-tengah sebagian umat Islam. Barangkali negara kita masih dalam proses ini, dimana aliran-aliran sesat dijadikan sebagai batu loncatan untuk mencapai pengaruh politik.
Pada saat itu di Nejed sebagai tempat kelahiran sang pengibar bendera tauhid Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab sangat menonjol hal tersebut. Disebutkan oleh penulis sejarah dan penulis biografi Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab, bahwa di masa itu pengaruh keagamaan melemah di dalam tubuh kaum muslimin sehingga tersebarlah berbagai bentuk maksiat, khurafat, syirik, bid’ah dan sebagainya. Karena ilmu agama mulai minim dikalangan kebanyakan kaum muslimin, sehinga pratek-pratek syirik terjadi dimana-mana, seperti meminta kekuburan wali-wali, meminta ke batu-batu dan pepohonan dengan memberikan sesajian bahkan mempercayai dukun, tukang tenung dan peramal. Salah satu daerah di negeri Nejed namanya kampung Jubailiyah disitu terdapat kuburan shahabat Zaid bin Khatab (saudara Umar bin Khatab) yang syahid dalam perperangan melawan Musailamah Al-Kadzab. Manusia berbondong-bondong kesana untuk meminta berkah, untuk meminta berbagai hajat. Begitu pula di kampung ‘Uyainah, terdapat pula sebuah pohon yang diagungkan, para manusia juga mencari berkah kesitu. Termasuk para kaum wanita yang belum juga mendapatkan pasangan hidup meminta kesana.
Adapun daerah Hijaz (Makah dan Madinah), sekalipun tersebarnya ilmu dikarenakan keberadaan dua kota suci yang selalu dikujungi oleh para ulama dan penuntut ilmu. Disini tersebar kebiasan suka bersumpah dengan selain Allah, menembok serta membangun kubah-kubah diatas kuburan serta berdoa disana untuk mendapatkan kebaikan atau untuk menolak mara bahaya dan sebagainya. (lihat pembahasan ini dalam kitab Raudhatul Afkar karangan Ibnu Qhaanim).
Begitu pula halnya dengan negeri-negeri sekitar hijaz, apalagi negeri yang jauh dari dua kota suci tersebut. Ditambah lagi, kurangnya ulama tentu akan lebih memprihatinkan dari apa yang terjadi di Jazirah Arab.
Hal ini disebut Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab dalam kitabnya Qawa’id Arba,  “Sesungguhnya kesyirikan pada zaman kita sekarang melebihi kesyirikan umat yang lalu. kesyirikan umat yang lalu hanya pada waktu senang saja. akan tetapi mereka ikhlas pada saat mengahadapi bahaya. sedangkan kesyirikan pada zaman kita senantiasa pada setiap waktu. baik di saat aman apalagi saat mendapat bahaya ”. Dalilnya firman Allah,
فَإِذَا رَكِبُوا فِي الْفُلْكِ دَعَوُا اللهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُونَ
“Maka apabila mereka menaiki kapal. mereka berdoa kepada Allah dengan mengikhlaskan agama padanya. maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai kedaratan. seketika mereka kembali berbuat syirik”. (QS. Al-Ankabut: 65) .
Dalam ayat ini Allah terangkan bahwa mereka ketika berada dalam ancaman bencana yaitu tenggelam dalam lautan. Mereka berdoa hanya semata kepada Allah dan melupakan berhala atau sesembahan mereka baik dari orang sholih. batu dan pepohonan. namun saat mereka telah selamat sampai di daratan mereka kembali berbuat syirik. Tetapi pada zaman sekarang orang melakukan syirik dalam setiap saat.
Dalam keadaan seperti diatas Allah membuka sebab untuk kembalinya kaum muslimin kepada Agama yang benar, bersih dari ke-syirik-an dan bid’ah.
Sebagaimana yang telah disebutkan oleh Rasulullah dalam sabdanya,
إن الله يبعث لهذه الأمة على رأس كل مائة سنة من يجدد لها دينها
“Sesungguhnya Allah mengutus untuk umat ini pada setiap penghujung seratus tahun orang yang memperbaharui untuk umat ini agamaya.” (HR. Abu Daud, no.4291 dan Al-Hakim, no: 8592).
Pada abad (12 H / 17 M) lahirlah seorang pembaharu di negeri Nejed, yaitu: Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Dari qabilah Bani Tamim.
Yang pernah mendapat pujian dari Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam dalam sabda Beliau,
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu ia berkata, “Aku senantiasa mencintai suku Bani Tamim semenjak aku mendengar tiga hal dari Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam. Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam berbicara tentang mereka, ‘Mereka (Bani Tamim) adalah umatku yang paling keras terhadap Dajjal. Dan tatkala harta zakat mereka datang beliau berkata, ‘Ini adalah zakat kaum kami.’  Dan salah seorang wanita dari mereka menjadi tawanan di sisi Aisyah, beliau berkata, ‘Bebaskanlah ia, sesungguhnya ia adalah dari anak keturunan Ismail.’” (HR. Bukhari no: 2405 dan Muslim no: 2525).
Tepatnya tahun 1115 H. di ‘Uyainah di salah satu perkampungan daerah Riyadh. Beliau lahir dalam lingkungan keluarga ulama. Kakek dan bapak beliau merupakan ulama yang terkemuka di negeri Nejed, belum berumur sepuluh tahun beliau telah hafal Al Qur’an. Ia memulai pertualangan ilmunya dari ayah kandungnya dan pamannya. Dengan modal kecerdasan dan ditopang oleh semangat yang tinggi, beliau berpetualang keberbagai daerah tetangga untuk menuntut ilmu seperti daerah Basrah dan Hijaz. Sebagaimana lazimnya kebiasaan para ulama dahulu, yang mana mereka membekali diri mereka dengan ilmu yang matang sebelum turun ke medan dakwah.
Hal ini juga disebut oleh Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab dalam kitabnya Ushul Tsalatsah, “Ketahuilah semoga Allah merahmatimu. sesungguhnya wajib atas kita untuk mengenal empat masalah; pertama Ilmu yaitu mengenal Allah. mengenal nabinya. mengenal agama Islam dengan dalil-dalil.” Kemudian beliau sebutkan dalil tentang pentingnya ilmu sebelum beramal dan berdakwah, beliau sebutkan ungkapan Imam Buhkari “Bab berilmu sebelum berbicara dan beramal” dalilnya firman Allah yang berbunyi,
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لآإِلَهَ إِلاَّاللهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَاللهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَاكُمْ
“Ketahuilah! sesungguhnya tiada yang berhak disembah kecuali Allah dan minta ampunlah atas dosamu.” (QS. Muhammad: 19)
Maka dalam ayat ini Allah memulai dengan perintah ilmu sebelum berbicara dan beramal.”
Setelah beliau kembali dari mencari ilmu, beliau mulai berdakwah di kampung Huraimilak dimana ayah kandung beliau menjadi qadhi (hakim). Disamping berdakwah beliau juga tetap menimba ilmu dari ayah beliau sendiri. Setelah ayah beliau meninggal pada tahun 1153 H. beliau semakin gencar mendakwahkan tauhid, ternyata kondisi dan situasi di Huraimilak kurang menguntungkan untuk berdakwah di sana. Selanjut beliau berpindah ke ‘Uyainah. ternyata penguasa ‘Uyainah saat itu memberikan dukungan dan bantuan untuk dakwah yang beliau bawa. Namun akhirnya penguasa ‘Uyainah mendapat tekanan dari berbagai pihak. Akhirnya beliau bepindah lagi dari ‘Uyainah ke Dir’iyah. Ternyata masyarakat Dir’iyah telah banyak mendengar tentang dakwah beliau melalui murid-murid beliau. termasuk sebagian diantara murid beliau keluarga penguasa Dir’iyah.  Akhirnya timbul inisiatif dari sebagian murid-murid beliau untuk memberi tahu pemimpin Dir’yah tentang kedatangan beliau. Maka dengan rendah hati Muhammad bin Saud sebagai pemimpin Dir’iyah waktu itu mendatangi tempat dimana Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab menumpang. Maka terjalinlah disitu perjanjian yang penuh berkah bahwa diantara keduanya. Keduanya saling berjanji akan bekerja sama dalam menegakkan agama Allah. Dengan mendengar adanya pejajian tersebut mulailah musuh-musuh Akidah kebakaran jenggot. Sehingga mereka berusaha dengan berbagai dalih untuk menjatuhkan kekuasan Muhammad bin Saud dan menyiksa orang-orang yang pro terhadap dakwah tauhid.
Kepada Siapa Dituduhkan Gelar Wahabi Tersebut
Karena hari demi hari dakwah tauhid semakin tersebar, mereka para musuh dakwah tidak mampu lagi untuk melawan dengan kekuatan. Maka mereka berpindah arah dengan memfitnah dan menyebarkan isu-isu bohong supaya mendapat dukungan dari pihak lain untuk menghambat laju dakwah tauhid tersebut. Diantar fitnah yang tersebar adalah sebutan wahabi untuk orang yang mengajak kepada tauhid. Sebagaimana lazimnya setiap penyeru kepada kebenaran pasti akan menghadapi berbagai tantangan dan onak duri dalam menelapaki perjalanan dakwah.
Telah dijelaskan pula oleh Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab dalam kitab beliau Kasyfus Syubuhaat, “Ketahuilah olehmu, bahwa sesungguhnya diantara hikmah Allah subhaanahu wata’ala, tidak diutus seorang nabipun dengan tauhid ini, melainkan Allah menjadikan baginya musuh-musuh. sebagaimana firman Allah,
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ اْلإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا وَلَوْ شَآءَ رَبُّكَ مَافَعَلُوهُ فَذَرْهُمْ وَمَايَفْتَرُونَ
“Demikianlah Kami jadikan bagi setiap Nabi itu musuh (yaitu) setan dari jenis manusia dan jin. sebagian mereka membisikkan kepada bagian yang lain perkataan indah sebagai tipuan.” (QS. Al-An’am: 112).”
Bila kita membaca sejarah para nabi tidak seorangpun diantara mereka yang tidak menghadapi tantangan dari kaumnya. Bahkan diantara mereka ada yang dibunuh, termasuk Nabi kita shallallahu ‘alahi wa sallam diusir dari tanah kelahirannya, Beliau dituduh sebagai orang gila, sebagai tukang sihir dan penyair. Begitu pula para ulama yang mengajak kepada ajarannya dalam sepanjang masa. Ada yang dibunuh, dipenjara, disiksa dan sebagainya. Atau dituduh dengan tuduhan yang bukan-bukan untuk memojokkan mereka dihadapan manusia supaya orang lari dari kebenaran yang mereka serukan.
Hal ini pula yang dihadapi Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab, sebagaimana yang beliau ungkapkan dalam lanjutan surat beliau kepada penduduk Qashim, “Kemudian tidak tersembunyi lagi atas kalian. Saya mendengar bahwa surat Sulaiman bin Suhaim (seorang penentang dakwah tauhid) telah sampai kepada kalian. Lalu sebagian diantara kalian ada yang percaya terhadap tuduhan-tuduhan bohong yang ia tulis. Yang mana saya sendiri tidak pernah mengucapkannya. Bahkan tidak pernah terlintas dalam ingatanku, seperti tuduhannya:
  • Bahwa saya mengingkari kitab-kitab mazhab yang empat.
  • Bahwa saya mengatakan bahwa manusia semenjak enam ratus tahun lalu sudah tidak lagi memiliki ilmu.
  • Bahwa saya mengaku sebagai mujtahid.
  • Bahwa saya mengatakan bahwa perbedaan pendapat antara ulama adalah bencana.
  • Bahwa saya mengkafirkan orang yang bertawasul dengan orang-orang saleh.
  • Bahwa saya pernah berkata; jika saya mampu saya akan runtuhkan kubah yang ada diatas kuburan Rasululllah shallallahu ‘alahi wa sallam.
  • Bahwa saya pernah berkata; jika saya mampu saya akan ganti pancuran ka’bah dengan pancuran kayu.
  • Bahwa saya mengharamkan ziarah kubur.
  • Bahwa saya mengkafirkan orang bersumpah dengan selain Allah.
Jawaban saya untuk tuduhan-tuduhan ini adalah, “Sesungguhnya ini semua adalah suatu kebohongan yang nyata”.  Lalu beliau tutup dengan firman Allah,
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِن جَآءَكُمْ فَاسِقُُ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَن تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَافَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
“Wahai orang-orang yang beriman jika orang fasik datang kepada kamu membawa sebuah berita maka telitilah. agar kalian tidak mencela suatu kaum dengan kebodohan.” (QS. Al-Hujaraat: 6).   (Baca jawaban untuk berbagai tuduhan diatas dalam kitab-kitab berikut; Mas’ud Annadawy Muhammad bin Abdul Wahab mushlih mazlum, Abdul Aziz Al Abdullathif  Da’awy Munaawi’iin li Da’wah Muhammad bin Abdil Wahab, Sholeh Fauzan Min A’laam Al mujaddidiin. dll.)

-Bersambung insya Allah-

Penulis Ustadz Dr. Ali Musri Semjan Putra, M.A.
Artikel www.dzikra.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Konsistensi Muktazilah (semestinya) Teladan Bagi Asy'ariyah.

Tukang Bakso Dan Bakso Ikan Dalam Timbangan Muqoddimat Ahlil Kalam